BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Shalat
merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus
dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam).
Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat – shalat sunah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Sholat?
2.
Apa
dalil tentang wajib shalat?
3.
Apa
syarat-syarat wajib shalat?
4.
Kapan
waktu-waktu mengerjakan shalat?
5.
Apa
syarat-syarat sah shalat?
6.
Bagaimana
cara mengerjakan shalat?
7.
Apa
hikmah dilaksanakannya shalat?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sholat
Menurut A. Hasan (1991) Baqha
(1984), Muhammad bin Qasim As-Syafi’i (1982) dan Rasyid (1976) shalat menurut
bahasa Arab berarti berdo’a. ditambahakan oleh Ash-Shiddiqy (1983) bahwa perkataan shalat dalam bahasa
Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian. Sedangkan secara hakekat mengandung
pengertian “berhadap (jiwa) kepada Allah dan mendatangkan takut kepadanya,
serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa keagungan, kebesaran-Nya dan kesempurnaan
kekuasaannya.[1]
Solat yang berarti do’a terlihat dari firman Allah dalam Surah At-Taubah
ayat 103:
Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3
“dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka”
Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian
ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat
yang telah di tentukan oleh Agama.[2]
2.
Kewajiban Mengerjakan Shalat
Solat
merupakan salah satu kewajiban yang menduduki kedua setelah syahadat dalam
rukun islam. Sehingga di dalam Al-Qur’an dan hadits banyak sekali dijelaskan
mengenai kewajiban untuk mengerjakan solat. Diantara dalil Al-Qur’an yang
menjelaskan mengenai kewaiban salat adalah:
Firman
Allah dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
!$tBur (#ÿrâÉDé& wÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øèC ã&s! tûïÏe$!$# uä!$xÿuZãm (#qßJÉ)ãur no4qn=¢Á9$# (#qè?÷sãur no4qx.¨9$# 4 y7Ï9ºsur ß`Ï ÏpyJÍhs)ø9$# ÇÎÈ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan
yang demikian Itulah agama yang lurus.”
Firman-Nya yang lain dalam surah An-Nisa ayat
103:
#sÎ*sù ÞOçFøÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2ø$$sù ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
“Maka
apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman,
Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”
Firman-Nya yang lain dalam Surah Al-Hajj ayat
78:
(#rßÎg»y_ur Îû «!$# ¨,ym ¾ÍnÏ$ygÅ_ 4 uqèd öNä38u;tFô_$# $tBur @yèy_ ö/ä3øn=tæ Îû ÈûïÏd9$# ô`ÏB 8ltym 4 s'©#ÏiB öNä3Î/r& zOÏdºtö/Î) 4 uqèd ãNä39£Jy tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# `ÏB ã@ö6s% Îûur #x»yd tbqä3uÏ9 ãAqߧ9$# #´Îgx© ö/ä3øn=tæ (#qçRqä3s?ur uä!#ypkà n?tã Ĩ$¨Z9$# 4 (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qßJÅÁtGôã$#ur «!$$Î/ uqèd óOä39s9öqtB ( zN÷èÏYsù 4n<öqyJø9$# zO÷èÏRur çÅÁ¨Z9$# ÇÐÑÈ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan
jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak
menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang
tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari
dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,
Maka Dirikanlah solat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.
dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik
penolong”.
Firmannya dalam Surah al-Ankabut ayat 45:
ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) ÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( cÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷èt $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ
“Bacalah
apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Sedangkan hadits-hadits yang menjelakan tentang
kewajiban solat antara lain adalah:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ:
شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ
اِقَامِ الصَّلاَةِ، وَ اِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ حَجّ اْلبَيْتِ وَ صَوْمِ
رَمَضَانَ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1:
333
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu
terdiri atas lima rukun. Mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan
sesungguhnya Muhammat itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, hajji ke Baitullah dan puasa Ramadlan. [HR. Ahmad, Bukhari
dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333]
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص: بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ اْلكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ. الجماعة الا
البخارى و النسائى، فى نيل الاوطار 1: 340
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang membedakan)
antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”. [HR. Jama’ah,
kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 340]
عَنْ بُرَيْدَةَ رض قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ ص يَقُوْلُ: اَلْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ. فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. الخمسة، فى نيل الاوطار 1: 343
Dari Buraidah RA, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa
meninggalkannya, maka sungguh ia telah kufur”. [HR. Khamsah, dalam Nailul
Authar juz 1, hal. 343]
عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ اَنَّ اَعْرَابِيًّا جَاءَ
اِلَى رَسُوْلِ اللهِ ص ثَائِرَ الرَّأْسِ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَخْبِرْنِى
مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ ! قَالَ: الصَّلَوَاتُ اْلخَمْسُ،
اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ
الصّيَامِ ! قَالَ: شَهْرُ رَمَضَانَ اِلاَّ اَنْ
تَطَوَّعَ شَيْئًا. قَالَ: اَخْبِرْنِى مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ مِنَ الزَّكَاةِ ! قَالَ: فَاَخْبَرَهُ
رَسُوْلُ اللهِ ص بِشَرَائِعِ اْلاِسْلاَمِ كُلّهَا. فَقَالَ: وَ الَّذِى اَكْرَمَكَ، لاَ اَطَّوَّعُ
شَيْئًا وَ لاَ اَنْقُصُ مِمَّا فَرَضَ اللهُ عَلَيَّ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُوْلُ
اللهِ ص. اَفْلَحَ اِنْ صَدَقَ اَوْ دَخَلَ اْلجَنَّةَ اِنْ صَدَقَ. احمد و
البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار 1: 335
Dari Thalhah bin ‘Ubaidillah, bahwa seorang Arab gunung
datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan rambutnya kusut, lalu ia bertanya,
“Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari
shalat ?”. Beliau bersabda, “Shalat-shalat yang lima, kecuali kamu mau
melakukan yang sunnah”. Ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku, apa yang Allah
wajibkan kepadaku dari puasa ?”. Beliau SAW bersabda, “Puasalah bulan Ramadlan,
kecuali kamu mau melakukan yang sunnah”. Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah
kepadaku, apa yang Allah wajibkan kepadaku dari zakat ?’. Thalhah berkata :
Lalu Rasulullah SAW memberitahukan kepadanya tentang syariat-syariat Islam
seluruhnya. Lalu orang Arab gunung itu berkata, “Demi Allah yang telah
memuliakan engkau, saya tidak akan menambah sesuatu dan tidak akan mengurangi
sedikitpun dari apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah kepada saya”. Lalu
Rasulullah SAW bersabda, “Pasti ia akan bahagia, jika benar. Atau pasti ia akan
masuk surga jika benar (ucapannya)”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam
Nailul Authar juz 1, hal. 335]
عَنْ
اَنَسِ بْنَ مَالِكٍ رض قَالَ: فُرِضَتْ
عَلَى النَّبِيّ ص الصَّلَوَاتُ لَيْلَةَ اُسْرِيَ بِهِ خَمْسِيْنَ، ثُمَّ
نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا. ثُمَّ نُوْدِيَ: يَا مُحَمَّدُ اِنَّهُ لاَ
يُبَدَّلُ اْلقَوْلُ لَدَيَّ وَ اِنَّ لَكَ بِهذِهِ اْلخَمْسِ خَمْسِيْنَ. احمد و
النسائى و الترمذى و صححه، فى نيل الاوطار 1: 334
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu
pada Nabi SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga
menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya tidak
diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama
dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi
menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
عَنِ
الشَّعْبِيّ اَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَدْ فُرِضَتِ الصَّلاَةُ رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ بِمَكَّةَ. فَلَمَّا
قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمَدِيْنَةَ زَادَ مَعَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ
رَكْعَتَيْنِ، اِلاَّ اْلمَغْرِبَ فَاِنَّها وِتْرُ النَّهَارِ وَ صَلاَةُ
اْلفَجْرِ لِطُوْلِ قِرَاءَتِهِمَا. قَالَ: وَ كَانَ اِذَا سَافَرَ صَلَّى
الصَّلاَةَ اْلاُوْلَى. احمد
Dari ‘Asy-Sya’bi bahwa ‘Aisyah RA pernah berkata : Sungguh
telah difardlukan shalat itu dua rekaat dua rekaat ketika di Makkah. Maka
tatkala Rasulullah SAW tiba di Madinah (Allah) menambah pada masing-masing dua
rekaat itu dengan dua rekaat (lagi), kecuali shalat Maghrib, karena
sesungguhnya shalat Maghrib itu witirnya siang, dan pada shalat Fajar (Shubuh),
karena panjangnya bacaannya”. Asy-Sya’bi berkata, “Dan adalah Rasulullah SAW
apabila bepergian (safar), beliau shalat sebagaimana pada awalnya (dua
rekaat)”. [HR. Ahmad 6 : 241]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ عَنِ النَّبِيّ
ص اَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلاَةَ
يَوْمًا فَقَالَ: مَنْ حَافَظَ
عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَ بُرْهَانًا وَ نَجَاةً يَوْمَ اْلقِيَامَةِ. وَ
مَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَ لاَ بُرْهَانًا وَ لاَ
نَجَاةً. وَ كَانَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَ فِرْعَوْنَ وَ هَامَانَ
وَ اُبَيّ بْنِ خَلَفٍ. احمد، فى نيل الاوطار 1: 343
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, dari Nabi SAW bahwa
beliau pada suatu hari menerangkan tentang shalat, lalu beliau bersabda,
“Barangsiapa memeliharanya, maka shalat itu baginya sebagai cahaya, bukti dan
penyelamat pada hari qiyamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka shalat
itu baginya tidak merupakan cahaya, tidak sebagai bukti, dan tidak (pula)
sebagai penyelamat. Dan adalah dia pada hari qiyamat bersama-sama Qarun,
Fir’aun, Haaman, dan Ubay bin Khalaf”. [HR. Ahmad, dalam Nailul Authar juz 1,
hal. 343][3]
3. Syarat-syarat
Wajib Solat
Para ulama membagi syarat shalat menjadi dua macam, pertama syarat
wajib, dan yang ke dua syarat sah. Syarat wajib adalah sayarat yang
menyebabkan seseorang wajib melaksanakan shalat. Sedangkan syarat sah adalah
syarat yang menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ di samping
adanya kriteria lain seperti rukun.
Syarat wajib salat adalah sebagai
berikut:
1. Islam, shalat diwajibkan terhadap
orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, dan tidak diwajibkan bagi orang
kafir atau nin muslim. Orang kafir tidak dituntut untuk melaksanakan shalat,
namun mereka tetap menerima hukuman di akhirat. Walaupun demikian orang kafir
apabila masuk Islam tidak diwajibkan membayar shalat yang ditinggalkannya
selama kafir, demikian menurut kesepakatannya para ulama. Allah SWT berfirman:
@è%
z`Ï%©#Ïj9 (#ÿrãxÿ2 bÎ) (#qßgtG^t öxÿøóã Oßgs9 $¨B ôs% y#n=y
Katakanlah kepada
orang-orang yang kafir itu[609]: "Jika mereka berhenti (dari
kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka
yang sudah lalu. (QS 8:38)
عن عمر و بن عا ص ا ن ا لنبي صلو ا لله عليه و
سلم قا ل: ا لا سلا م يجب ما قبله. رو ا ه احمد و ا لطبرا نى و ا لبيهقي
Dari Amr bin Ash bahwa Nabi SAW bersabda: islam
memutuskan apa yang sebelumnya (sebelum masuk islam). HR
Ahmad, Al-Thabrani dan Al-baihaqi).
2.
Baligh, anak-anak kecil tidak
dikenakan kewajiban shalat berdasarkan sabda Nabi SAW, yang artinya:
Dari Ali
r.a. bahwa Nabi SAW berkata: Diangkatkan pena ( tidak ditulis dosa) dalam tiga
perkara: Orang gila yang akalnya tidak berperan sampai ia sembuh, orang tidur
sampai ia bangun dan dari anak-anak sampai dia baligh. (HR
Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).
3.
Berakal. Orang gila, orang
kurang akal (ma’tuh) dan
sejenisnya seperti penyakit sawan (ayan) yang sedang kambuh tidak diwajibkan
shalat, karena akal merupakan prinsip dalam
menetapkan kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat jumhur
ulama alasannya adalah hadits yang diterima dari Ali r.a. yang artinya:
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya
sampai dia sembuh”
Namun
demikian menurut Syafi’iyah
disunatkan meng-qadha-nya apabila
sudh senbuh. Akan tetapi golongan Hanabilah berpendapat, bagi orang yang
tertutup akalnya karena sakit atau sawan (ayan) wajib mneg-qadha shalat. Hal
ini diqiyaskan kepada puasa, Karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit
tersebut.[4]
4.
Waktu-waktu
Pelaksanaan Sholat
Shalat tidak boleh dilaksanak di sembarang
waktu. Allah SWT. Dan Rasulullah SAW. telah menentukan waktu-waktu pelaksanaan
sholat yang benar menurut syariat islam. Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur’an surat An- Nisa ayat 103 sebagai berikut:
#sÎ*sù ÞOçFøÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2ø$$sù ©!$# $VJ»uÏ% #Yqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
“Maka
apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman,
Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah
fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Ayat tersebut menetapkan bahwa shalat
dilaksanakan sesuai dengan waktu-waktu yang telah ditetapkan. Shalat yang lima
waktu, memiliki lima waktu yang tertentu. Dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 114 menegaskan sebagai
berikut:
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ÇnûtsÛ Í$pk¨]9$# $Zÿs9ãur z`ÏiB È@ø©9$# 4 ¨bÎ) ÏM»uZ|¡ptø:$# tû÷ùÏdõã ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 y7Ï9ºs 3tø.Ï úïÌÏ.º©%#Ï9 ÇÊÊÍÈ
“Dan
Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat”.
Dalam ayat tersebut terdapat ketentuan waktu
shalat, yaitu:
1.
Tharfin-nahar, yaitu
pagi dan petang;
2.
Zulfal-lail, permulaan
malam.
Demikian pula, dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 78
sebagai berikut:
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# 4n<Î) È,|¡xî È@ø©9$# tb#uäöè%ur Ìôfxÿø9$# ( ¨bÎ) tb#uäöè% Ìôfxÿø9$# c%x. #Yqåkô¶tB ÇÐÑÈ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir
sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat
subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.
Ayat Ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir
matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib
dan Isya.
Ayat tersebut menetapkan waktu shalat wajib dengan bebereapa waktu,
yaitu:
1.
Dulukus-syams, yaitu
ketika tergelincir matahari;
2.
Ghasakul-lail, gelap
malam (terbenam matahari);dan
3.
Fajar, waktu
subuh.
Ketentuan waktu shalat yang ditetapkan oleh Al-Qur’an menjelaskan bahwa semua pelaksanaan shalat
harus sesuai dengan waktu-waktu yang ditetapkan oleh syara’. Waktu ketika matahari tergelincir hanya
dimaksudkan untuk shalat zuhur, sedangka ketika matahari mulai gelap hingga tak
tampak lagi adalah waktu unutk shalat ashar, magrib, dan isya. Adapun datangnya
waktu fajar sebagai pertanda telah diwajibkan melaksanakn shalat subuh.[5]
Agar lebih terperinci, berikut dijelaskan mengenai waktu-waktu
shalat tersebut:
1.
Zuhur, sholat
zuhur waktunya mulai matahari condong ke arah barat dan berakhir sampai baying-bayang
suatu benda sama panjang atau lebih sedikit dari benda tersebut.[6]
Hal in idapat dilihat kepada seseorang atau sebuah tiang yang berdiri, bilamana
bayang-bayangnya masih persis di tengah atau belum sampai, menandakan waktu
zuhur belum masuk.
2.
Asar, shalat
asar waktunya mulai dari baying-bayang suatu benda lebih panjang dari bendanya
hingga terbenam matahari.[7] Kebanyakan ulama berpendapat bahwa shalat
ashar di waktu menguningnya cahaya matahari sebelum terbenam hukumnya makruh.[8]
3.
Magrib, shalat
magrib waktunya mulai terbenam matahari dan berakhir sampai hilangnya cahaya
awan merah.[9]
4.
Isya, shalat
isya waktunya mulai hilangnya cahaya awan merah dan berakhir hingga terbit
fajar shadiq.
5.
Syarat-syarat
sah sholat
Adapun syarat sah sholat adalah sebagai
berikut:
1.
Mengetahui masuk waktu.
Shalat tidak sah apabila seseorang yang melaksanakannya tidak mengetahui secara
pasti atau dengan persangkaan yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun
ternyata dia shalat dalam waktunya. Demikian juga dengan orang yang ragu,
shalatnya tidak sah. Allah SWT berfirman:
4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã úüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.(QS. An-Nisa:103).
2.
Suci dari hadas kecil dan
hadas besar. Penyucian hadas kecil dengan wudu’ dan penyucian hadas besar dengan mandi. Nabi Muhammad SAW
bersabda, yang artinya:
“ Dari
Umar r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seseorang yang
tidak suci. (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari).
“ Dari
Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: Allah tidak menerima shalat seorang
kamu apabila berhadas hingga dia
bersuci. (HR. Bukhari dan Muslim).
3.
Suci badan, pakaian dan
tempat dari na’jis
hakiki. Untuk keabsahan shalat disyariatkan suci badan, pakaian dan tempat dari
na’is yang
tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi menurut pendapat
yang masyhur dari golongan Malikiyah adalah sunnah muakkad.
4.
Menutup aurat. Seseorang yang
shalat disyaratkan menutup aurat, baik sendiri dalamkeadaan terang maupun
sendiri dalam gelap. Allah SWt berfirman:
(#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB
“pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) mesjid”(QS.
4:31).
5.
Menghadap kiblat. Ulama
sepakat bahwa syarat sah shalat. Allah SWT berfirman:
ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# 4 ß]øymur $tB óOçFZä. (#q9uqsù öNà6ydqã_ãr ¼çntôÜx©
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka
palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian)
berada, Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya. (QS. 2:150)
Mengahadap kiblat dikecualikan bagi orang yag melaksanakan sholat Al-khauf dan sholat sunat diatas kendaraan bagi orang
musafir dalam perjalanan. Golongan Malikiyah mengaitkan dengan situasi aman
dari musuh, binatang buas dan ada kesanggupan. Oleh karena itu tudak wajib
mengahadao kiblat apabila ketakutan atau tidak sanggup (lemah) setiap orang
sakit.
Ulama sepakat bagi orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke ka’bah sendir secara tepat. Akan tetapi bagi orang
yang tidak menyaksikannya, karena jauh di luar kota makkah, hanya wajib
menghadapakan muka kea arah ka’bah,
demikian pendapat junhur ulama. Sedangkan Imam Syafi’I Berendapat mesti menghadapkan muka ke ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang yang
berada di kota mekah. Caranya mesti di
niatkan dalam hati bahwa menghadap itu tepat pada ka’bah.
6.
Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah
memandang niat sebagai syarat sah shalat, demikian juga pendapat yang lebih
kuat dari kalangan Malikiyah.[11]
6.
Cara
Mengerjakan Shalat
Menurut golongan Malikiyah cara-cara /rukun-rukun mengerjakan
sholat adalah sebagai berikut:
1.
Niat,
2.
Takbirtul Ihram,
3.
Berdiri waktu takbiratul
ihram,
4.
Membaca al-fatihah dalam
shalat berjama’ah dan
salat sendirian,
5.
Berdiri waktu membaca
al-fatihah,
6.
Ruku’
7.
Bangkit dari ruku’,
8.
Sujud,
9.
Duduk antara dua sujud,
10. Mengucapkan
salam,
11. Duduk di
waktu mengucapkan salam,
12. Tuma;ninah
pada seluruh rukun,
13. I’tidal sesudah ruku’ dan sujud.
Menurut golongan syafi’iyah rukun shalat tiga belas yaitu:
1.
Niat,
2.
Takbirtul Ihram,
3.
Beerdiri pada shalat fardhu
bagi yang sanggup,
4.
Membaca al-fatihah bagi
setiap orang yang shalat kecuali ada uzur seperti terlambat mengkuti imam (masbuq)
5.
Ruku’,
6.
Sujud dua kali setiap rakaat,
7.
Duduk antara dua sujud,
8.
Membaca tasyahud akhir,
9.
Duduk pada tasyahud akhir,
10. Solawat
kepada Nabi SAW setelah tasyahud akhir,
11. Duduk di
waktu membaca salawat,
12. Mengucapkan
salam,
13. Tertb.[12]
7.
Hikmah
mengerjakan shalat
Dari sudut religious shalat merupakan hubungan
langsung antara hamba dengan khaliq-nya yang di dalamnya terkandung
kenikmatan munajat, pernyataan ubudiyah, penyerahan segala urusan kepada Allah,
keamanan dan ketentraman serta perolehan keuntungan. Di samping itu dia
merupakan suatu cara untuk memperoleh
kemenangan serta menahan seseorang dari berbuat kejahatan dan kesalahan. Allah
SWT berfirman:
ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman,,(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,”[13]
Secara individual shalat merupakan pendekatan
diri (taqarrub) kepada Allah SWT , menguatkan iwa dan keinginan,
semata-mata mengagungkan Allah SWT, bukan berlomba-lomba untuk memperturutkan
hawa nafsu dalam mencapai kemegahan dan mengumpulkan harta. Di samping itu
shalat merupakan peristirahatan diri dan ketenangan jiwa sesudah melakukan
kesibukan dalam menghadapi aktivitas dunia.
Allah SWT berfirma:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Shalat
mengajar seseorang untuk berdisiplin dan menta’ati berbagai peraturandan etika dalam kehidupan
dunia. Hal ini terlihat dari penetapan waktu sholat yang mesti di pelihara oleh
setiap muslim dan tata tertib yang terkandung di dalamnya. Dengan demikan orang
yang melakukan shalat akan memahami peraturan, nilai dan sopan santun,
ketentraman dan mengkonsentrasikan pikiran kepada hal-hal yang bermamfaat,
karena shalat penuh dengan pengertian ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung
nilai-nilai tersebut.
Dari
segi social kemasyarakatan shalat merupakan pengakuan aqidah setiap anggota
masyarakat dan kekuatan jiwa mereka yang berimplikasi terhadap persatuan dan
kesatuan umat. Persatuan dan kesatuan ini menumbuhkan hubungan social yang harmonis dan kesamaan pemikiran dalam
menghadapi segalam problema kehidupan social kemasyarakatan.[15]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Shalat merupakan penyerahan diri secara
talalitas untuk menghadap Tuhan, dengan perkataan dan perbuatan menurut syarat
dan rukun yang telah ditentukan syara
2. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali
2. Shalat merupakan kewajiban bagi kaum muslimin yang mukallaf tanpa kecuali
3. a.Shalat
Merupakan Syarat Menjadi Takwa
Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul – betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya
Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah
Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena dapat menentukan amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul – betul taqwa tidak mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya
Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah
b. Shalat Merupakan Benteng Kemaksiatan
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat
Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat, merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45
c. Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur
Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan khusus.
d. Shalat Akan membangun etos kerja
Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk, baik dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang maka semakin efektiflah benteng kemampuan untuk memelihara dirinya dari perbuatan makasiat
Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar apabila dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat, merampok dan sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut: 45
c. Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur
Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan khusus.
d. Shalat Akan membangun etos kerja
Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa pada intinya shalat merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk, baik dalam perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja
Apabila mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur dalam melaksanakan tugas
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.A. Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha
Putra Semarang, 2001)
Hamid ,Abdul. Beni HMd Saebani, Fiqh Ibadah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2009).
Haryono, Sentot, Psikologi Salat, (Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2003).
Ritoga, A. Rahman, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, (
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
http://salampathokan.blogspot.com/2012/12/hadits-tentang-shalat-kewajiban-shalat.html. diunduh tgl 26 april 2013, di mataram pukul 22.13 WITA.
[1]
Drs. Sentot Haryono, M.Si, Psikologi Salat, (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2003), hlm. 59.
[2] Ibid
[3] http://salampathokan.blogspot.com/2012/12/hadits-tentang-shalat-kewajiban-shalat.html.
diunduh tgl 26 april 2013, di mataram pukul 22.13 WITA.
[4]
Dr. A. Rahman Ritoga, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, ( Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2002), hlm. 94-96.
[5]
Drs. K.H. Abdul Hamid, M.Ag, Drs. Beni HMd Saebani, M.Si. Fiqh Ibadah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), hlm.191-192.
[6]
S.A. Zainal Abidin, Kunci Ibadah, (Semarang: PT.Karya Toha Putra
Semarang, 2001), hlm.47-48.
[7] Ibid,
hlm. 48.
[8]
Dr. A. Rahman Ritoga, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, hlm.93.
[9]
S.A. Zainal Abidin, Kunci Ibadah, hlm. 48.
[10] Ibid,
hlm. 48.
[11]
Dr. A. Rahman Ritoga, M.A. Dr. Zainuddin, M.A, Fiqh Ibadah, hlm.96-98.
[12] Ibid,
hlm.103.
[13] Ibid,
hlm.88-89;
[14] Ibid,
hlm. 89-90.
[15] Ibid,
hlm. 90-91.